Share for friends:

Read Sherlock Holmes: Misteri Yang Tak Terpecahkan (A Slight Trick Of The Mind) (2015)

Sherlock Holmes: Misteri Yang Tak Terpecahkan (A Slight Trick of the Mind) (2015)

Online Book

Author
Genre
Rating
3.45 of 5 Votes: 2
Your rating
Language
English
Publisher
voila books (penerbit hikmah)

Sherlock Holmes: Misteri Yang Tak Terpecahkan (A Slight Trick Of The Mind) (2015) - Plot & Excerpts

How many roads most a man walk downBefore you call him a man ?How many seas must a white dove sailBefore she sleeps in the sand ?Yes, how many times must the cannon balls flyBefore they're forever banned ?The answer my friend is blowin' in the windThe answer is blowin' in the wind.Yes, how many years can a mountain existBefore it's washed to the sea ?Yes, how many years can some people existBefore they're allowed to be free ?Yes, how many times can a man turn his headPretending he just doesn't see ?The answer my friend is blowin' in the windThe answer is blowin' in the wind.Yes, how many times must a man look upBefore he can see the sky ?Yes, how many ears must one man haveBefore he can hear people cry ?Yes, how many deaths will it take till he knowsThat too many people have died ?The answer my friend is blowin' in the windThe answer is blowin' in the wind.The Bolwin' In The Wind by Bob Dylan------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Setidaknya ada dua pelajaran berharga bagi para penulis yang akan membuat cerita fiksi untuk jangan pernah menulis cerita terlalu bagus! Pelajaran berharga tersebut setidaknya pernah dialami dua penulis kondang, JK Rowling dan Arthur Conan Doyle.Ketika dua penulis tersebut membuat cerita terlalu bagus terutama melalui tingkah para tokoh rekaannya, ajaibnya, nama tokoh jauh lebih terkenal daripada nama si pengarang sendiri. (Berapa banyak orang yang tau kepanjangan JK pada nama Rowling, bagaimana sislsilah keluarganya? bandingkan dengan si HP yang para pembaca setianya tau hingga detail terkecilnya). Ketika suatu tokoh telah lahir dalam cerita yang hebat, maka para pembaca setianya akan memujanya dengan sedemikian rupa dan berharap agar nasib tokoh pujaannya sesuai harapannya tanpa memperdulikan apa yang ada di benak si pengarang. Setidaknya hal seperti itulah yang menimpa kedua penulis besar tersebut.Pertama, JKR. Ketika HP mencapai puncak kejayaannya, dimana rekor-rekor penjualan bertumbangan dalam semalam saja (yang oleh pengarang lain perlu ratusan tahun), HP telah memiliki fans setia yang "akan mengorbankan" apapun agar nasib HP "bahagia". Bahkan JKR mengaku stress bagaimana mengakhiri kisah HP agar sesuai dengan harapan para fansnya namun juga sesuai dengan ide dia pada mulanya. Selain itu, bayang-bayang HP akan terus menghantui karir kepenulisan JKR selanjutnya. Bagaimana jika karya2 JKR tidak sehebat HP? Mungkin JKR seharusnya tidak perlu serisau itu, toh dengan berhenti menulis pun, dia akan tetap sangat kaya. Tapi, bukan itu kan tujuan seorang penulis? Tapi bagaimanapun, bayang2 HP akan terus menghantui dan menjadi beban bagi karya-karya dia selanjutnya.Di sisi lain, ending yang menggantung pada HP seri ke 7, membuat jutaan pembaca yang tak puas akan menuntut kelanjutan cerita HP, meski dengan tegas dia tidak akan melanjutkan kisah HP. Mungkin kelanjutan HP tidak akan ada selama beberapa dekade mendatang (kecuali JKR berubah pikiran), tetapi, saia yakin, pada abad-abad mendatang (dimana copy rights tidak terlalu dipermasalahkan), sekuel2 HP akan terus bermunculan. Apalagi mengingat tokoh HP masih hidup di akhir kisah (maap ini spoiler paling berbahaya bagi buku HP ke 7) :DFYI, pada tahun-tahun demam HP, di dunia maya beredar cerita HP versi "bajakan" yang tidak ditulis oleh JKR. Puncaknya, saat seluruh dunia tercurah untuk menantikan akhir kisah HP pada seri ke-7, sebelum versi asli terbit, di internet (dan diterbitkan hardcopy-nya di China), beredar kisah akhir HP. Begitu banyak versinya. Salah satu judulnya adalah Harry Potter and The Sons of Revenge yang berusaha "membocorkan" akhir kisah sang legenda Hogwarts tersebut. Btw, saat ini, di toko-toko buku telah beredar buku fantasi anak yang dengan jelas "meniru" buku HP, berserial pula, kalau tidak salah judulnya "Harry dan ...". Terlihat jelas kan kalo buku itu meniru konsep HP dimana selain berserial, judul2nya pun biasanya berembel-embel "HP dan..."Namun, nasib yang lebih tragis dialami oleh Doyle. Meski kisah Holmes telah melambungkan nama Doyle sebagai salah satu pengarang paling terkenal sepanjang masa, namun kepopuleran tersebut harus dibayar mahal. Holmes telah menyihir jutaan pembaca bahkan telah menjadi ikon budaya. sesuatu yang tak pernah dia duga sebelumnya. Ajaibnya, nama Holmes bahkan jauh lebih populer daripada nama Doyle sendiri. Bahkan yang tragis adalah jutaan orang malah percaya kalau tokoh SH adalah sosok yang nyata! lebih tragis lagi, banyak orang yakin kalau Doyle, sang pengarang, justru merupakan "orang suruhan" SH untuk menulis kisah-kisahnya. Tentu saja Doyle menjadi "cemburu". Dalam "kecemburuannya" tersebut, dia melakukan "pembalasan" dengan cara mematikan karakter Holmes dalam kasus The Final Problem dimana sang pahlawan menemui ajalnya setelah bertarung dengan raja penjahat Prof. Moriarty dalam duel maut di air terjun Reichenbach yang legendaris.Namun, semua itu seolah menjadi awal petaka bagi Doyle. Begitu populer dan dicintainya Holmes, sehingga para penggemarnya malah mendesak Doyle untuk menghidupkan kembali Sang Pahlawan. Karena desakan yang semakin hebat, dengan berat hati dan dilanda dilema, akhirnya Holmes kembali dihidupkan dalam kisah "The Return of SH". Dan seolah tak mau mengulangi kesalahannya kembali, untuk mengakhiri kisah Holmes, alih-alih mematikan sang tokoh (lagi), Doyle malah mengasingkan Holmes ke pedesaan terpencil dalam buku His Last Bow. Namun, jutrsu ini malah termasuk kesalahan fatal Doyle yang lainnya.Kisah si SH yang "tidak mati" dan "terus berlanjut" kemudian dimanfaatkan para penulis lain untuk membuat sekuel-sekuel kelanjutan SH. Tercatat (sesuai pengamatan saia, cmiiw), sudah ada 3 novel yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang merupakan sekuel SH dari penulis selain Doyle. Ada yang berjudul "SH dan Sekretaris Itali" (Gramedia), "SH dan Laskar Jalanan Baker Street" (Qanita), dan buku ini, "SH : Misteri yang Tak Terpecahkan" (Voilla Book)------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Entah mengapa, saat sedang merasa kesepian, lagu "blowin' in the wind"-nya Bob Dylan terus menerus berkelindan di kepala saia. Pun saat membaca buku ini.Membaca Buku "SH : Misteri yang Tak Terpecahkan", saia teringat pada film "Watchmen" (2009) dimana para superhero pun mengalami masa tua. Tokoh yang dulunya begitu dipuja, akhirnya bisa renta dan mengalami hal paling manusiawi dan paling mengerikan, kesepian dan keterasingan.Berbeda dengan dua buku SH non-Doyle lainnya, kisah SH dalam buku ini menampilkan sosok SH yang renta. Sang Pahlawan itu telah berusia seabad. Untuk menghindari kejaran wartawan dan para penggemar, SH (menurut buku ini) mengasingkan diri ke desa terpencil di daerah Sussex. Dalam masa-masa "pengasingan" yang damai itulah, kisah ini bergulir.Menurut buku ini, SH masih hidup pada tahun 2001. Dia telah melewati berbagai peristiwa besar dunia. Sebenarnya ini yang menjadi kunci ketertarikan awal saia pada buku ini. Bayangkan, Sang Legenda itu hidup pada masa kita! Seolah melihat Einstein di depan rumah! Namun, usia panjang tersebut seolah menjadi kutukan baginya. Bayangkan, para kerabat dan sahabatnya telah meninggalkan dia lebih dr setengah abad yang lampau. Mycroft, bahkan sahabat sehidup-sematinya, Dr. Watson telah meninggal jauh-jauh hari.Namun, dalam ketersendiriannya itu, Holmes melakukan "kesalahan" yang bisa "membunuh" para pahlawan terhebat sekalipun, dia tetap melajang. Alhasil, lebih dari setengah abad dia diteror kesunyian yang mencekam. Meski telah menolak kasus, bagaimanapun kerasnya bujukan para klien, namun, dalam buku ini ada tiga "kasus" yang semakin membuat Sang Pahlawan merana. Di sinilah kepiawaian Mitch Cullin bermain. Dengan pekanya, Cullin berhasil menyentuh sisi paling sensitif dari seorang pahlawan yang "normalnya", dengan banyaknya penggemar seharusnya tidak kesepian, namun mengalami kesunyian batin yang mencekam. Hasilnya, berupa sebuah kisah yang senyap, menghanyutkan, dan akhirnya mengharukan...Sebenarnya SH adalah salah satu bacaan favorit saia, itu sebabnya segala sesuatu yang ada tulisan SH-nya saia baca. Tapi pas membaca buku ini, entah mengapa "kehadiran" SH hanya berupa tempelan saja...Pertama, hal-hal yang "berbau" SH di buku ini nyaris gak ada. Jangan mengharapkan bakal bertemu dengan kantor Baker Street 221B atau Watson, dll yang telah menjadi "image" seorang Holmes. Hanya Holmes sendiri... artinya, kalo begitu, seharusnya, jika tokoh utama dalam buku ini diganti bukan oleh Holmes, ceritanya bakal sama saja...kedua, di buku ini dicerikanan kalo SH menemukan seorang sosok wanita yang dia cintai "bahkan diklaim cinta sejati". tapi, wanita tersebut bukanlah Irene Adler seperti dalam kisah (di buku Doyle) A Scandal in Bohemia, padahal semua fans SH tahu, dialah wanita pujaan Holmes.ketiga, SH disini ditampilkan sbg SH yang pikun, cepat lupa (maklum dah seabad), namun beberapa kenangan (sedih) masih dia ingat. Ringkasnya, SH-nya dah tua banget lah. Tetapi SH yang ini masih bugar. padahal menurut Doyle, SH adalah pengemar berat minuman, cerutu dan kokain. Apa mungkin bagi pecandu ketiga tsb bisa hidup bertahan lama? (kemungkinan itu selalu saja ada sih, tapi... gimana yah... :P) SH disini juga ditampilin sebagai sosok yang kadang tealten alias rapi. Misal dia menyusun sendok makanan secara simetris dan melipat kertas dengan sempurna... Ini membuat saia seolah melihat seorang Poirot daripada seorang Holmes T_THal-hal semacam inilah yang membuat saia seolah melihat Holmes yang lain. Okelah, usia tua ga apa-apa, tapi masa ciri khas Holmesnya juga berubah? perannya di buku ini lebih cocok digantikan Poirot atau malah detektif yang baru sama sekali :Pkeempat, dan ini yang membuat bintangnya cuma 3 adalah, Judul buku ini, "SH : Misteri yang Tak Terpecahkan" (judul aslinya A Slight Trick of the Mind) benar-benar "menyesatkan"... percaya atau tidak, di buku ini sama sekali tidak ada misterinya! boro-boro tak tak terpecahkan, "ada" pun tidak T_TKalaupun ada 3 kasus, itu berupa kasus yang terjadi puluhan tahun lampau dan "sudah terselesaikan" bahkan satu kasus malah berupa kasus xxxxxx (kena sensor XD). Dan yang tambah bikin keki adalah, kasus-kasus yang disajikan adalah kasus-kasus "sederhana" dan "mudah ditebak" (percayalah, Anda tak akan mengalamai kesulitan berarti dalam menebaknya!). Makanya saia berpikir kalo nama Holmes cuma dijadikan sebagai "pajangan" saja :PTapi terlepas dari itu semua, memang, novel ini lebih menekankan pada konflik psikologis. Rasa kesepian karena ditingalkan para kerabat dan yang terkasih, membuat Holmes nyaris tak berdaya. Membaca novel ini, kita akan melarut dalam suasana sendu dan hening yang terus membayangi Holmes... Jika Holmes yang hebat saja bisa sedemikian merana, bagaimana jika kita yang mengalaminya? Untuk itu mungkin kita bisa memahami mengapa banyak orang yang putus asa bahkan bunuh diri saat mereka merasa terasing dan terabaikan... Sisi rasionalitas Holmes yang kuatlah yang mungkin mencegahnya bertindak serupa...Overall, lebih tepat disebut roman darpada novel misteri.NB : Dilema penulis dalam menciptakan tokoh yang hebat sepertinya hampir melanda semua pengarang terkenal lainnya. Doyle dan Rowling hanya sedikit dari para "korban" tersebut. Namun, karena tak banyak cerita yang mampu menyihir ratusan juta penggemar bahkan menjadi ikon budaya, sepertinya hal itu tak terlalu menjadi masalah. Ada penulis lain yang nyaris mengalami hal serupa. Agatha Christie telah menjadi penulis tersukses dunia melalui karakter Hercule Poirot-nya. Namun, alih-alih merasa tertekan dg karakter ciptaannya, Christie secara "kejam" mengakhiri riwayat tokoh pahlawannya melalui novel terakhir Poirot, Curtain. Melalui ending yang membuat merinding, Christie telah menutup kisah sang jagoan secara tragis, bahkan ironis. Namun itu sekaligus merupakan cara yang jenius untuk menutup pintu kesempatan bagi para penulis lain yang ingin membuat sekuel Poirot :)cmiiw

My first impression, upon finishing "A Slight Trick of the Mind," was "good heavens, that was terrible." I came to review the novel, fully prepared to give it a sound thrashing and a measly one star rating. While drafting my review, however, I realized that I made a mistake that colored my reading. I assumed that this Sherlock Holmes would be familiar to me. I've read all the stories, seen all the film and television adaptations. But this version of Holmes is not the detective I know - a brilliant man in his prime, solving mysteries and stunning us mere mortals with his flawless observation skills. This version of Holmes is well into his nineties, retired from crime-solving and the public eye. His mind is failing. The novel becomes more and more disjointed as it goes along - nothing feels right as the story progresses. The plot makes hardly any sense, and Holmes' characterization is strange and overly sentimental. I didn't like it - I still don't, but I think that's actually the intention. The story degrades in time with the degradation of Holmes' mind. It's not pleasant to read along as the once-luminous Sherlock Holmes succumbs to the mundane ailments of old age (hence the meager upgrade to two stars), but I think perhaps that was the writer's intention all along.

What do You think about Sherlock Holmes: Misteri Yang Tak Terpecahkan (A Slight Trick Of The Mind) (2015)?

Unless it's about James Bond, my husband and I rarely go to a movie. But when I learned of the recently released Mr. Holmes starring wonderful actor Ian McKellen, I put it on my must-see list immediately. Not long afterward, I discovered this book, which is the basis for the movie - and in my rarely broken rule of book before movie, I got my hands on a copy. Now that I've finished with it, I'm doubly determined to see the movie and Mr. McKellen's performance - what a plum role this must be! Though relatively short at 272 pages, this isn't a book to be read quickly; there are simply too many details that would be missed by skimming. It begins in 1947 as Sherlock Holmes, now 93, is living at a farmhouse in Sussex, England, keeping bees and and claiming to "no longer crave" the bustle of London or Baker Street. He hasn't been in contact with his partner, Dr. John Watson, for a few years, and (as he does with most people), he keeps an emotional distance from his housekeeper, Mrs. Munro (played by Laura Linney in the movie). His does, however, take pleasure - more than he likes to admit - in teaching her son, Roger, to work with the bees.In his journal writings, Holmes takes pains to dispel what he believes to be myths about himself (largely conceived, he says, in Watson's writings of their adventures). Never, he insists, did he really wear a deerstalker, nor did he ever smoke a big pipe or call his partner by anything except his first name ("...he was John, simply John").Holmes recalls various cases and events from other times, trying hard to recall the details and pertinent facts (his greatest fear, he says, is the forgetfulness that has accompanied the aging process). The chapters skip around in time a bit, and it's a little hard to discern whether Holmes's musings are fact or fiction, real or dream - intentional, I'm guessing, so readers can share the character's uncertainty. In fact, almost from the beginning, I felt dogged by a feeling of sadness as Holmes struggles with the realization that his once-brilliant mind has lost some of its luster.Excellent book, with or without the movie.
—Monnie

Who can resist a novel centering on Sherlock's waning days? At first hesitant to read Cullin's offering due to several bad run-ins with fan fiction, I nevertheless persevered. One reason being curiosity--how might have Holmes fared in his twilight years? Secondly, knowing I will eventually watch the film based on the book, I had to read it first.Overall, it is and isn't what I had expected. While this is a tribute to Sherlock, it certainly holds up of its own merit. Cullin is adept at setting and characterization and his intertwining plot intricacies is reminiscent of Kazuo Ishiguro's style. In fact, Holmes' journey of introspection, of loss, and of coping with the sum total of his life is very like Ishiguro's The Remains of the Day.Excellent writing, yet Sherlockians might be disappointed as this is not Robert Downey's portrayal of the great detective; this is more in line of Jeremy Brett's singular interpretation. Cullin has provided a study of what might of been the man separated from the literary myth.
—Cricket Muse

An interesting look at Sherlock Holmes' later years, as he looks back on a case, mysterious only in it's effect on him, his recent visit to Japan and a tragedy among the beehives in his apiary. These three events intertwine throughout the narrative to show a different side to the famous detective.Although there is plenty of mystery and doses of the art of detection, this is not the typical Holmseian adventure. It's much more reflective and the analysis here is more focused on feelings than on cold logic.Though at times the three narratives get tangled and a bit difficult to sort out, it is very well done and by the end all tangles are to some extent ironed out.However, that doesn't mean Holmes has gone soft, or acts in unbelievably in comparison with Doyle's creation. He remains as curious and blunt as ever, having little idea how to deal with the emotions of his fellows (and housekeepers).I would recommend this thoughtful novel (especially the audio version read by the excellent Simon Jones) for any fans of Holmes, as well as those just looking for a compelling and interesting read.
—Hollowspine

Write Review

(Review will shown on site after approval)

Read books by author Mitch Cullin

Read books in category Nonfiction